Organisasi regional adalah organisasi yang ruang
lingupnya lebih luas, namun hanya wilayah – wilayah Negara tertentu saja yang
terlibat didalam oganisasi ini. Contoh organisasi regional adalah ASEAN, karena
pada organisasi ini hanya untuk negara-negara yang berada di Asia Tenggara saja
Organisasi Internasional adalah organisasi yang
memiliki ruang lingkup yang lebih besar daripada Organisasi Regional, Organisasi
Internasional wilayah yag terlibat didalamnya mencakup seluruh Negara di dunia.
Contoh organisasi Internasional adalah PBB, karena organisasi ini bersifat
terbuka untuk seluruh negara-negara di dunia.
Contoh
organisasi-organisasi internasional adalah :
1. PBB
Perserikatan
Bangsa-Bangsa atau PBB (United Nations atau UN) adalah sebuah organisasi
internasional yang anggotanya hampir seluruh negara di dunia. Lembaga ini
dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan
internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial. Perserikatan
Bangsa-bangsa didirikan di San Fransisco pada tanggal 24 Oktober 1945 setelah
Konferensi Dumbarton Oaks di Washington DC, namun sidang umum yang pertama
dihadiri wakil dari 51 negara dan baru berlangsung pada 10 Januari 1946 (di
Church House, London). Dari 1919 hingga 1946, terdapat sebuah organisasi yang
mirip, bernama Liga Bangsa-bangsa, yang bisa dianggap sebagai pendahulu PBB.
Sejak didirikan di San Fransisco pada 24 Oktober 1945, sedikitnya 192 negara menjadi
anggota PBB. Semua negara yang tergabung dalam wadah PBB menyatakan
independensinya masing-masing, selain Vatikan dan Takhta Suci serta Republik
Cina (Taiwan) yang tergabung dalam wilayah Cina pada 1971. Hingga tahun 2007
sudah ada 192 negara anggota PBB. Sekretaris Jendral PBB saat ini adalah Ban
Ki-Moon asal Korea Selatan yang menjabat sejak 1 Januari 2007.
2.
NATO
Pakta
Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organisation/NATO) adalah
sebuah organisasi internasional untukkeamanan bersama yang
didirikan pada tahun 1949, sebagai bentuk dukungan
terhadap Persetujuan Atlantik Utara yang ditanda tangani
di Washington, DC pada 4 April 1949. Nama resminya yang lain adalah
dalam bahasa perancis : l’Organisation du Traité de
l’Atlantique Nord (OTAN).
Saya akan memberikan contoh perbedaan tujuan 3 organisasi dari 3 macam organisasi yang telah saya jelaskan di atas. Yaitu PT yang merupakan organisasi niaga, Rukun Tetangga yang merupakan organisasi sosial, dan PBB yang merupakan organisasi Internasional.
Tiga organisasi tersebut jelas memiliki tujuan dan manfaat yang berbeda-beda bagi para anggota-anggotanya .
- PT (Perseroan Terbatas) adalah suatu perusahaan yang modal dan sahamnya terdiri dari saham milik pribadi dan sebagian dari pihak lain atau asing. PT merupakan sebuah organisasi niaga yang sudah pasti bertujuan untuk mencari keuntungan komersil bagi anggota-anggota di dalamnya. Manfaat pendirian PT, pada umumnya masyarakat memanfaatkannya untuk kemajuan usaha, tender proyek, juga sebagai peningkatan kredit ke Bank-bank, meski risikonya pajak kelak akan menjulang menghunus pemilik perusahaan (PT) tersebut. Kemudian, masalah prestise juga turut berperan dalam hal mengapa orang-orang berbondong mendirikan PT.
- Rukun Tetangga adalah sebuah organisasi yang berada di lingkungan masyarakat. Rukun Tetangga merupakan sebuah organisasi sosial, maka sudah pasti rukun tetangga bertujuan untuk hal yang bertujuan dengan masalah sosial dan persatuan. Organisasi Rukun Tetangga bertujuan untuk menjalin tali persaudaraan dan tali silaturahmi antar anggota masyarakat dalam lingkungan tertentu. Manfaat dari rukun tetangga ini adalah mempererat tali kekeluargaan antar anggota masyarakat agar tidak terjadi salah paham yang dapat memicu perpecahan.
- PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) adalah sebuah organisasi internasional yang didalamnya beranggotakan negara-negara di dunia. PBB memiliki manfaat dan tujuan yang lebih mengarah pada perdamaian,persatuan, dan kerjasama antar negara-negara di dunia. Tujuan PBB adalah :
1. Memelihara perdamaian
dan keamanan dunia.
2. Mengembangkan
hubungan persahabatan antarbangsa berdasarkan asas-asas persamaan derajat, hak
menentukan nasib sendiri, dan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain.
3. Mengembangkan
kerjasama internasional dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi, sosial,
budaya, dan kemanusiaan.
4. Menyelesaikan
perselisihan dengan cara damai dan mencegah timbulnya peperangan.
5. Memajukan dan
menghargai hak asasi manusia serta kebebasan atau kemerdekaan fundamental tanpa
membedakan warna, kulit, jenis kelamin, bahasa, dan agama.
6. Menjadikan pusat
kegiatan bangsa-bangsa dalam mencapai kerja sama yang harmonis untuk mencapai
tujuan PBB.
Organisasi Regional
Berikut merupakan sari
pemikiran yang dirangkum dari tulisan J. G. Merrills, “Regional Organizations”, dalam bukunya, “International Dispute Settlement”, Bab 11, Hal. 279-307 yang diterbitkan oleh Cambridge University Press di New York, Amerika Serikat, pada tahun 2005. Pada bab
ini, Merrills memusatkan pembahasannya pada Organisasi Regional dan aspek-aspek
yang berkaitan dengan penyelesaian konflik regional, seperti; peran Organisasi
Regional dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi antara negara-negara
anggotanya; batas kemampuan Organisasi Regional dalam upaya penyelesaian
sengketa; proses ajudikasi; dan pola hubungan yang terbentuk antara Organisasi
Regional dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya Dewan Keamanan.
Ruang
Lingkup Organisasi Regional
Peran yang dimainkan oleh
organisasi-organisasi regional sangat berbeda bergantung pada karakteristik
organisasi tersebut. Karakteristik ini dipengaruhi oleh faktor geografis,
ketersediaan sumber-sumber dan struktur organisasi. Perbedaan faktor-faktor ini
akan mempengaruhi bentuk Organisasi Regional dan organ-organ yang menopangnya.
Perbedaan karakter ini juga nantinya akan berpengaruh pada mekanisme dan
prosedur penyelesaian konflik yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa antara
anggota dalam sebuah Organisasi Regional.
Uni Eropa, Organisasi
Regional paling maju saat ini, memiliki European Court of Justice, organ khusus yang bertanggung
jawab atas setiap upaya penyelesaian sengketa antara negara-negara anggota Uni
Eropa, yang yurisdiksinya mencakup seluruh negara anggota, organ-organ penting
dalam masyarakat dan warga negara sah dari negara-negara anggota. Hal ini
dijelaskan dalam the
Treaty of Amsterdam (1997) yang mulai
diberlakukan pada tahun 1999.
Pakta Pertahanan Atlantik
Utara (North Atlantic Treaty
Organisation – NATO) yang
didirikan pada tahun 1949 juga memiliki prosedur penyelesaian konflik antara
negara-negara anggotanya. Pada 1956, organ utama NATO, Dewan Atlantik Utara,
merumuskan suatu komitmen yang menggariskan bahwa, sengketa yang tidak dapat
diselesaikan melalui jalur negosiasi langsung harus disampaikan dan dibahas
dengan prosedur dan dalam forum NATO sebelum dibawa ke organisasi internasional
di luar NATO. Resolusi tersebut juga menyebutkan bahwa Sekjen maupun
negara-negara anggota memiliki hak dan kewajiban untuk meminta perhatian dewan
mengenai ancaman-ancaman yang dapat mempengaruhi solidaritas dan efektifitas
aliansi. Lebih lanjut, Sekjen diberikan wewenang sebagai fasilitator yang
dimandatkan untuk menyelenggarakan penyelidikan, mediasi, atau arbitrasi bagi negara-negara
anggota yang berkonflik.
Pakta Warsawa yang
didirikan oleh Uni Soviet dan meliputi sebagian besar Eropa Timur, memiliki
suatu wadah kerjasama ekonomi yang didirikan pada 1949, yaitu Council for Mutual Economic Aid, namun tanpa sebuah organ penyelesaian sengketa. Organisasi ini
kemudian hancur seiring runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin dan
digantikan olehCommonwealth of
Independent States (CIS) yang dipimpin
oleh Federasi Rusia.
Banyak Organisasi
Regional lain yang masing-masingnya memiliki prosedur penyelesaian sengketa
tersendiri yang dirumuskan dengan berpedoman pada perjanjian yang telah
disepakati oleh negara-negara anggotanya, seperti; Conference on Security and Cooperation in
Europe (CSCE) yang kemudian berubah
menjadi Organization for Security
and Cooperation in Europe (OSCE); Organization of American States (OAS) dengan ketentuan penyelesaian konflik yang tertuang
jelas dalam Pakta Bogota; Organization of African Union (OAU);
danOrganization of the
Islamic Conference (OIC), yang
masing-masingnya memiliki organ tersendiri dalam upaya penyelesaian sengketa
yang terjadi antara negara-negara anggotanya.
Peran
organisasi regional dalam menyelesaikan sengketa
Dalam menyelesaikan
sengketa internal kawasan, salah satu peran utama Organisasi Regional adalah
untuk menjadi wadah konsultasi, menyelenggarakan dan menyediakan suatu forum
negosiasi bagi negara-negara anggota baik dalam situasi konflik maupun dalam
kondisi yang berpotensi menimbulkan konflik.
Peran ini secara nyata
dapat dilihat dalam Perang Cod, konflik batas perairan Inggris-Islandia yang
meletus pada 1961 dan 1976. Konflik pertama dapat diredakan melalui negosiasi
yang digagas oleh NATO. Konflik kedua berhasil diselesaikan melalui Pertemuan
Tahunan Menteri Luar Negeri Negara-Negara Anggota NATO yang diselenggarakan di
Oslo yang digagas oleh Menteri Luar Negeri Norwegia bersama Sekjen NATO kala
itu. Negosiasi ini berujung pada kesepakatan kedua negara untuk mengakhiri
pertikaian. Peran yang relatif sama juga tampak pada sengketa perbatasan
Aljazair-Maroko tahun 1963. Di sini, OAU membentuk suatu komisi ad hoc dan
menyelenggarakan beberapa pertemuan yang diikuti oleh kedua negara yang
bersengketa, bertujuan untuk membahas masalah penarikan pasukan, pengembalian
tawanan perang dan perbaikan hubungan diplomatik.
Organisasi Regional juga
kadang berperan sebagai mediator dalam konflik-konflik internal kawasan. Dengan
wewenangnya, Organisasi Regional merancang sebuah prosedur resolusi konflik
untuk menyelesaikan perselisihan antara negara-negara anggota.
Contohnya; OAS yang
bertindak sebagai mediator dalam sengketa Honduras-Nicaragua pada tahun 1957
perihal keputusan arbitrase Raja Spanyol. Pasca pengaduan kedua negara yang
bersengketa, OAS menyelenggarakan sebuah pertemuan khusus dan meminta kedua
negara yang bersengketa untuk menghentikan tindakan-tindakan provokatif yang
dapat mempertajam konflik. OAS kemudian membentuk sebuah komite yang terdiri
dari perwakilan lima negara anggota yang bertugas untuk mempelajari sengketa
tersebut. Komite ini kemudian mengunjungi kedua negara dan meminta kedua negara
untuk menandatangani kesepakatan genjatan senjata dan penarikan pasukan
masing-masing. Komite kemudian juga ditugaskan untuk merumuskan prosedur
resolusi konflik untuk menyelesaikan sengketa ini. Walaupun pada akhirnya usaha
ini terbukti gagal, namun upaya mediasi yang dilakukan OAS berhasil meredakan
ketegangan yang ada. Upaya mediasi juga dilakukan oleh CSCE/OSCE dalam sengketa
wilayah Dneister pada tahun 1993. Di sini, CSCE sebagai mediator, menetapkan
otonomi bagi Dneister di bawah otoritas pemerintah Moldova dan penarikan
pasukan Rusia dari wilayah ini. Pada prakteknya, proses mediasi oleh Organisasi
Regional dapat didelegasikan kepada pihak-pihak tertentu yang dianggap mampu.
Seperti dalam sengketa Tanzania-Uganda tahun 1972, di mana Kepala Negara
Somalia diberi mandat sebagai mediator dengan didampingi oleh Sekjen OAU.
Organisasi regional juga
dapat melakukan penyelidikan terhadap konflik yang terjadi antara negara-negara
anggotanya. Nantinya, hasil penyelidikan ini akan digunakan untuk merumuskan
resolusi konflik yang dianggap paling efektif untuk diterapkan. Misalnya
pada sengketa perbatasan Bolivia-Paraguay tahun 1929. Penyelidikan dilakukan
oleh The Chaco Commission yang dibentuk oleh Conference of American States atas mandat yang diberikan oleh OAS. Contoh lain, Inter-American Commission, yang ditugaskan untuk menyelidiki penyebab sengketa
Haiti-Republik Dominika tahun 1937.
Pengiriman Pasukan
Penjaga Perdamaian merupakan peran lain yang juga dimainkan oleh Organisasi
Regional. Beberapa contoh kasus; pengiriman pasukan penjaga keamanan CIS
di Georgia pada masa kekosongan pemerintah sipil tahun 1994; dikirimnya pasukan
penjaga perdamaian ECOWAS yang didukung oleh Dewan Keamanan PBB di Sierra Leone
(1997), Ivory Coast (2003), dan Liberia (2003); operasi penjaga perdamaian yang
dilakukan oleh CEMAC pada tahun 2002 menggantikan pasukan CEN-SAD yang telah
berada di sana sejak 2001; pasukan penjaga perdamaian yang dikirim oleh OAU ke
Darfur, bagian barat Sudan, untuk mendampingi peneliti-peneliti Uni Afrika yang
berada di sana.
Batas
kemampuan organisasi regional
Keterikatan Organisasi
Regional pada batas-batas geografis kawasan melemahkan kemampuannya untuk
menyelesaikan konflik intra-regional hingga ke titik terendah. Dalam bahasa
sederhana, Organisasi Regional bukan pilihan yang tepat untuk meredakan konflik
yang terjadi antara negara anggotanya dengan negara anggota Organisasi Regional
lain.
Faktanya, dalam konflik-konflik
seperti ini, kehadiran Organisasi Regional cenderung mempertajam konflik yang
ada. Konflik Argentina- Inggris dalam sengketa Falklands adalah contoh nyata
dari kelemahan ini. Dalam kasus ini, kedua pihak yang bertikai justru
memanfaatkan keanggotaan mereka untuk memobilisasi kekuatan dan mencari
dukungan. Pada akhirnya, konflik ini harus diselesaikan oleh PBB.
Organisasi Regional tidak
memiliki hak untuk ikut campur dalam konflik domestik negara-negara anggotanya,
konflik seperti; revolusi, perang sipil, dan peristiwa merusak lainnya. Mereka
tidak memiliki yurisdiksi untuk itu, mereka dirancang untuk mengatur dan
menjembatani hubungan antara negara-negara anggotanya, bukan mencampuri urusan
internal negara-negara anggotanya.
Hal ini akan sangat berpengaruh
apabila konflik internal tersebut menyebar hingga ke negara tetangga dan pada
akhirnya mengancam stabilitas keamanan kawasan. Dapat dilihat, Ketidakmampuan
dan keengganan Organisasi Regional untuk terlibat dalam urusan-urusan domestik
negara anggota pada akhirnya akan membahayakan eksistensi Organisasi Regional
itu sendiri.
Loyalitas dan solidaritas
negara anggota yang sangat dipengaruhi oleh hubungan antar negara, kepentingan
nasional dan kesamaan atau perbedaan latar belakang budaya dalam sebuah
Organisasi Regional seringkali menghalangi upaya penyelesaian sengketa yang
ditangani oleh Organisasi Regional tersebut.
Memang, dalam perjanjian
kerjasama mereka, hubungan negara-negara anggota terlihat kuat dan solid. Namun
pada prakteknya, kesatuan yang ada antara mereka tidak sekokoh seperti yang
tertuang dalam konstitusi mereka. Dalam kasus Falklands, negara-negara anggota
OAS yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya, lebih mendukung
Inggris daripada Argentina, yang pada akhirnya menghancurkan kebulatan suara
organisasi tersebut. Kasus lain, perbedaan latar belakang budaya -dalam hal
ini, ideologi- menyebabkan dihentikannya Pertemuan Tahunan Dewan OAU tahun
1982. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tajam yang ada antara negara-negara anggota
berhaluan moderat dengan negara-negara anggota berhaluan radikal.
Minimnya dana dan
keterbatasan sumberdaya Organisasi Regional menyebabkan Organisasi Regional
menjadi sangat bergantung pada sumberdaya yang dimiliki oleh negara anggota
dalam setiap upaya penyelesaian konflik.
Hal ini jelas akan
membatasi peran dan ruang gerak Organisasi Regional tersebut. Contoh nyata dari
kasus ini adalah kegagalan pasukan penjaga perdamaian OAU yang dikirim ke Chad
pada tahun 1982, di mana kekurangan logistik dan finansial merupakan salah satu
faktor utama kegagalan misi tersebut.
Organisasi
regional dan ajudikasi
Ajudikasi adalah proses
pengajuan penyelesaian sengketa antara dua negara yang tidak mampu diredakan
oleh prosedur resolusi konflik yang dirumuskan oleh Organisasi Regional ke
lembaga peradilan yang lebih tinggi seperti Mahkamah internasional (International Court of Justice). Hal ini didasarkan pada Piagam PBB, Bab VI: mengenai
Penyelesaian Sengketa Secara Damai, Bab VIII: mengenai Kerjasama Regional, dan
Bab XIV: mengenai Mahkamah Internasional. Proses ajudikasi hanya dapat
dilakukan apabila pihak-pihak yang bertikai sepakat untuk mengajukan sengketa
mereka ke lembaga peradilan yang lebih tinggi, dan tidak terdapat pelanggaran
terhadap isi dari regulasi regional, perjanjian regional atau prosedur regional
yang telah disepakati bersama.
Proses di atas dapat
dilihat dari sengketa Honduras-Nicaragua dalam kasus Border and Transborder Armed tahun 1988. Kasus ini dibawa ke Mahkamah Internasional oleh
Nikaragua, yang menuduh bahwa Honduras memberi ruang bagi kelompok bersenjata
untuk beroperasi di wilayah mereka. Sebelum menyentuh kasus ini, Mahkamah
Internasional terlebih dahulu meninjau apakah pengajuan sengketa bertentangan
dengan prosedur regional yang ada, mendengarkan pendapat negara-negara anggota
yang keberatan dengan pengajuan tersebut, selanjutnya meminta persetujuan
Honduras atas sengketa yang diajukan oleh Nicaragua, untuk kemudian
diselesaikan. Kasus lain yang juga berkaitan yaitu sengketa Kamerun-Nigeria
dalam kasus The
Land and Maritime Boundary, Kasus ini dibawa ke
Mahkamah Internasional oleh Kamerun. Di sini, Mahkamah Internasional sekali
lagi harus mempertimbangkan peran prosedur regional dalam sengketa teritotial
dan persetujuan kedua belah pihak yang bertikai sebelum memulai proses
penyelesaian konflik secara damai.
Dalam kaitannya dengan
ajudikasi, Organisasi Regional dapat memberikan dukungan bagi berjalannya
proses ajudikasi, yaitu dengan memberikan tekanan dan membujuk pihak-pihak yang
bertikai untuk menyelesaikan sengketa mereka melalui jalur ajudikasi, kemudian
mendorong pihak-pihak yang bertikai untuk melaksanakan keputusan yang telah
ditetapkan bagi mereka, atau membantu mereka untuk melaksanakannya. Hubungan
ini diilustrasikan dengan baik melalui sengketa Honduras-Nicaragua pada tahun
1957 perihal keputusan arbitrase Raja Spanyol. Dalam kasus ini, OAS menjalankan
fungsinya dengan membujuk Honduras dan Nikaragua untuk mengajukan sengketa
mereka ke Mahkamah Internasional, kemudian, saat Mahkamah Internasional telah
mengeluarkan keputusan, OAS membantu mereka melaksanakan putusan tersebut.
Organisasi
regional dan pbb
Dalam Piagam PBB, masalah
kerjasama regional dijelaskan dalam Bab VIII, Piagam PBB, Pasal. 52-54, yang
secara umum menyebutkan bahwa tidak ada penolakan dari PBB bagi eksistensi
Organisasi Regional, sejauh Organisasi Regional tersebut dapat menciptakan,
menjaga dan memelihara keamanan dan perdamaian dunia khususnya di tingkat
regional sesuai dengan apa yang tertuang dalam Bab I, Piagam PBB, Pasal. 1-2,
serta berupaya penuh untuk menerapkan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Bab
VI, Piagam PBB, Pasal. 33-38, dengan bantuan Dewan Keamanan. Dalam bab yang
sama, wewenang Organisasi Regional dibatasi, seperti dijelaskan dalam Bab VIII,
Pasal. 53, yang menyatakan bahwa ‘tidak ada pengambilan tindakan yang boleh
dilakukan di bawah kesepakatan regional atau oleh badan regional tanpa
otorisasi Dewan Keamanan’.
Akan tetapi pada masa
Perang Dingin, tugas Organisasi Regional sebagai perpanjangan tangan dewan
keamanan tidak berjalan efektif disebabkan oleh pertentangan dua negara adidaya
yang saling menerapkan prinsip self-serving dalam menafsirkan
ketentuan-ketentuan di atas. Dua negara ini memanfaatkan Organisasi Regional
sebagai basis penyebaran pengaruh mereka. Ini dibenarkan oleh Sekjen PBB
Boutros-Boutros Ghali melalui laporannya dihadapan Dewan Keamanan Pada tahun
1992 yang berjudul An
Agenda for Peace. Ia menyebutkan bahwa,
’Perang Dingin mengganggu penerapan Bab VIII piagam PBB, dan bahwa di era
tersebut kerjasama regional tidak mampu melakukan upaya penyelesaian sengketa
dengan cara yang telah diatur dalam Piagam.’
Namun dengan berlalunya
Perang Dingin, kemungkinan kerjasama antara Organisasi Regional dengan PBB
kembali terbuka. Dorongan ini timbul dari argumen Sekjen yang menyebutkan bahwa
badan-badan regional memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan dalam pemenuhan
fungsi pemeliharaan keamanan seperti yang tertuang dalam An Agenda for Peace. Antara lain; diplomasi preventif, pengiriman pasukan penjaga
perdamaian, rekonsiliasi pasca-konflik dan pembangunan.
Sebagaimana telah
diindikasikan oleh Sekjen, kerjasama antara Organisasi Regional dan PBB sangat
bermanfaat terutama dalam situasi yang membutuhkan pasukan penjaga perdamaian
atau aksi serupa. Sejumlah kasus menunjukkan bagaimana dua lembaga ini dapat
melakukan fungsi yang saling melengkapi. Misalnya; Pengiriman pasukan PBB
(ONUCA) oleh Dewan Keamanan saat proses Contadora berlangsung di
Amerika Tengah; dukungan yang diberikan oleh PBB kepada Pasukan Penjaga
Perdamaian yang dikirim oleh ECOWAS dalam krisis Liberia; dan koordinasi antara
pasukan CIS dengan Tim Pemantau PBB yang diawasi oleh Dewan Keamanan di
Georgia; serta dukungan PBB kepada OAS dalam penyelesaian sengketa Haiti.
Beberapa tahun terakhir,
Kerjasama antara PBB dan Organisasi Regional menjadi semakin luas dengan
banyaknya resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan. Namun di sisi lain,
meskipun kerjasama ini sangat berharga, keterlibatan Dewan Keamanan hanya akan
diperlukan jika langkah-langkah regional tidak memadai. Organisasi Regional,
seperti yang telah dilihat, kadang memberikan konstribusi kostruktif terhadap
penyelesaian sengketa tanpa bantuan dari luar. Mendorong organisasi regional
untuk menggunakan sumber daya mereka sendiri memungkinkan PBB untuk memusatkan
perhatiannya pada sengketa-sengketa intra-regional, dan dengan demikian
tercipta suatu divisi kerja yang bermanfaat. Stigma bahwa Dewan Keamanan harus
selalu terlibat, sebaliknya, akan cenderung menghambat tugas dan mengecilkan
tanggung jawab Organisasi Regional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar